18 Juli 2010

Polemik Kenaikan TDL 2010

TDL (Tarif Dasar Listrik) tengah menjadi pembicaraan hangat di tengah-tengah masyarakat. Penyebabnya adalah diumumkannya kenaikan TDL oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2010. Berbagai komentar muncul setelahnya. Sebagian besar, jika tidak mau dikatakan semuanya, bernada menentang kenaikan TDL tersebut. Ada yang menggunakan cara yang beradab hingga cara yang tidak pernah terbayangkan.

Respon negatif atas kenaikan TDL tersebut jika ditelaah disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya komitmen pelayanan prima dari PLN masih dipertanyakan, hitungan kenaikan yang dipersepsikan tidak sama, dan yang lebih besar adalah berkaitan dengan komitmen perlindungan negara atas kepentingan warganya melalui mekanisme subsidi.

Komitmen pelayanan prima dari PLN semenjak perombakan direksi baru memang sering kali diberitakan dengan manis oleh media. Maklum, dirut PLN yang baru berasal dari kalangan pers. Namun apa kenyataannya, di lapangan masih banyak dijumpai berbagai masalah yang sejak dulu masih "terpelihara" dengan baik. Meskipun dengan dalih tidak bisa menyelesaikan masalah seperti membalikkan telapak tangan serta yang tersisa adalah masalah-masalah lokal saja, fenomena yang ada masyarakat teresebut tetap nyata dan menjadi semacam amunisi untuk masayarakat menolak kenaikan TDL.

Selain permasalahan komitmen prima, besaran kenaikan yang tidak transparan menjadi ganjalan dikalangan konsumen PLN khususnya kalangan industri. Melalui organisasi Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), mereka mempermasalahkan besaran kenaikan TDL yang tidak sesuai dengan kesepakatan antara pemerintah, PLN serta Apindo sebesar 18 % dari tarif semula. Apindo mengklaim bahwa berdasarkan simulasi perhitungannya ada pengusaha yang mengalami kenaikan TDL hingga 40%. Namun, semua ini dibantah oleh pihak PLN melalui Kepala Divisi Niaga PLN. Menurutnya, perhitungan yang dilakukan Apindo tidak memasukkan unsur biaya beban yang berarti hanya membandingkan TDL lama dengan TDL baru yang telah dinaikkan. Contohnya adalah sebagai berikut misal untuk pelanggan I-1 sebelumnya dikenakan tarif sebesar Rp. 455-460 per kWh, sementara tarif baru sebesar Rp. 915 per kWh. Jika diamati kenaikan tarif tersebut lebih dari 50%. Namun, sebenarnya tarif lama masih mengandung besaran biaya beban sebesar Rp. 31.800 per bulan. Selain itu, perhitungan tarif lama untuk kalangan industri masih memasukkan tarif daya max dan tarif multi guna sementara pada perhitungan tarif baru tidak memasukkan tarif daya max dan tarif multiguna.

Selain besaran tarif, Apindo juga mempermasalahkan payung hukum yang mendasari kenaikan TDL tahun 2010. Untuk kenaikan TDL pada tahun sebelumnya, yaitu tahun 2004, payung hukum yang mendasarinya adalah Keputusan Presiden (Keppres) No. 104 tahun 2003 sementara untuk kenaikan TDL tahun 2010 ditetapkan melalui Permen.

Hal lain yang sangat besar implikasinya dari hanya sekedar kenaikan TDL adalah isu pencabutan subsidi disektor kelistrikan. Saat ini selain, kedua hal sebelumnya, muncul wacana bahwa kenaikan TDL ini disebabkan oleh semangat liberalisme sektor kelistrikan. Akibatnya harga listrik dipaksa untuk diarahkan mengikuti mekanisme harga pasar. Negara melalui pemerintah tidak akan lagi mempunyai kekuatan apapun untuk mengendalikan harga listrik jika upaya liberalisasi ini diwujudkan. Meskipun ini hanya isu, setidaknya wacana ini sungguh dirasakan oleh penulis. Padahal sudah jelas di Undang-Undang Dasar bahwa cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Sektor kelistrikan merupakan salah satu cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Akibat reaksi-reaksi tersebut, pemerintah melalui Menteri Koordinator Perekonomian merevisi besaran kenaikan TDL tersebut. Pemerintah berkomitmen bahwa kenaikan TDL untuk tahun 2010 tidak melebihi 18% dari tagihan sebelumnya yang menggunakan tarif tahun 2004. Meskipun demikian, bagi bangsa ini "perasaan" kenaikan TDL lebih berpengaruh besar dari besarnya angka kenaikan itu sendiri, bahkan berimbas pada tarif atau harga yang lain yang mungkin saja tidak ada kaitannya sama-sekali dengan TDL. Sungguh miris bagi penulis untuk mengamatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar